Jakarta – Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menilai keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan saat ini memang memiliki pertimbangan tersendiri, terutama dalam konteks stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi domestik.Namun, jika kebijakan suku bunga dipertahankan terlalu lama tanpa penyesuaian, ada beberapa risiko yang dapat timbul.”Pertama, nilai tukar rupiah dapat terus berada dalam tekanan, karena daya tarik aset domestik bisa berkurang dibandingkan negara-negara lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi,” kata Josua kepada Kamis (19/6/2025).Kedua, pelemahan rupiah yang berkepanjangan dapat meningkatkan inflasi impor, khususnya melalui kenaikan harga energi dan komoditas impor lainnya, sehingga berpotensi mendorong inflasi domestik lebih tinggi dari target BI.Ketiga, investor asing bisa menjadi semakin berhati-hati atau bahkan menarik dana investasi portofolio mereka, sehingga meningkatkan volatilitas di pasar keuangan domestik.Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%, kestabilan nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi.Kendati demikian, Josua menyebut untuk saat ini keputusan Bank Indonesia pertahankan BI Rate secara umum tepat. Hal itu guna mempertahankan momentum pemulihan ekonomi dan menjaga keseimbangan antara stabilitas inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan nilai tukar.Di sisi lain, Josua mengatakan, peran faktor eksternal memang sangat besar dalam kebijakan suku bunga BI dan nilai tukar rupiah saat ini. Kebijakan moneter The Fed menjadi sangat dominan karena langkah pengetatan suku bunga AS yang agresif akan mendorong penguatan dolar dan tekanan bagi negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.Kemudian, yang tak kalah mempengaruhi BI Rate adalah ketegangan geopolitik global, seperti konflik Iran-Israel dan ketidakpastian lainnya, juga berkontribusi terhadap meningkatnya volatilitas pasar global yang memicu capital outflow dari negara-negara berkembang ke aset yang dianggap lebih aman.”Dengan demikian, BI akan terus mempertimbangkan perkembangan eksternal ini secara cermat dalam merumuskan kebijakan moneternya, agar dapat menjaga stabilitas rupiah tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi domestik,” pungkasnya. Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan BI-Rate guna mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap mempertahankan inflasi sesuai dengan sasarannya dan stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya.Sementara itu, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan berbagai strategi untuk mendorong pertumbuhan kredit dan meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan.Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.
3 Risiko Jika Bank Indonesia Terus Tahan BI Rate

Tag:Breaking News