Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa perkembangan negosiasi tarif impor resiprokal turut dibahas dalam percakapan telepon antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Kamis, 12 Juni malam lalu.Meski dibahas saat itu, Prasetyo mengatakan obrolan mengenai topik tersebut tidak secara spesifik atau mendalam. “Membahas dalam konteks kita kan kemarin mengirim tim negosiasi dan kemudian dipelajari oleh masing-masing pihak,” kata Prasetyo di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (17/6).Politisi Partai Gerindra itu menekankan proses negosiasi pengenaan tarif impor AS kepada Indonesia masih berlangsung. Ia pun menepis anggapan yang menyebut negosiasi tarif impor menemui kendala hingga berpotensi mengalami kegagalan.“Bukan soal berhasil dan tidak berhasil. Kita menawarkan sesuatu, dan kedua belah pihak sedang memperlajari. Insyaallah positif,” ujar Prasetyo.Presiden AS Donald Trump mengumumkan pemberlakukan kenaikan tarif impor untuk sejumlah negara yang menjadi mitra dagang pada 2 April lalu. Indonesia kini dikenakan kenaikan tarif impor hingga 32%. Trump kemudian menetapkan penundaan kenaikan tarif impor untuk membuka peluang negosiasi dari beberapa negara mitra dagang. Adapun batas waktu negosiasi dengan Indonesia terjalin hingga 8 Juli mendatang.Presiden Prabowo sebelummya telah mengutus delegasi diplomatik ke AS untuk menegosiasikan langkah Presiden AS Donald Trump yang mengenakan tarif impor resiprokal atau timbal balik ke Indonesia hingga 32%. Tim negosiasi yang terdiri dari sejumlah menteri Kabinet Merah Putih, antara lain Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono, serta Menteri Keuangan Sri Mulyani bertolak ke AS pada 15 April lalu.Sejumlah tawaran yang diajukan oleh Tim Negosiasi kepada perwakilan AS antara lain meningkatkan volume pembelian minyak mentah dan gas alam cair hingga pelonggaran persentase tingkat komponen dalam negeri (TKDN) untuk produk-produk dari Amerika Serikat.Langkah Trump untuk menaikan tarif impor kepada Indonesia didasari oleh sejumlah strategi ekonomi yang dianggap merugikan AS. Mereka menyinggung bea masuk produk etanol, persyaratan TKDN hingga devisa hasil ekspor (DHE) teranyar yang disahkan oleh Presiden Prabowo Subianto.Menurut keterangan tertulis dari Gedung Putih, Indonesia memberlakukan tarif impor sebesar 30% untuk produk etanol dari AS. Tarif ini lebih tinggi dibandingkan pajak impor etanol Indonesia ke AS senilai 2,5%.“Brasil dan Indonesia mengenakan tarif lebih tinggi pada etanol dibandingkan dengan Amerika Serikat,” tulis keterangan Gedung Putih yang dirilis pada Rabu (2/4).Gedung Putih juga mencatat bahwa Indonesia masih mempertahankan persyaratan untuk menggunakan konten lokal atau TKDN untuk produk dan layanan yang berasal dari perusahaan AS. Penggunaan komponen atau bahan baku dalam negeri untuk proses produksi itu dianggap sebagai salah satu bentuk hambatan bisnis non-tarif yang diberlakukan oleh Indonesia kepada AS.Selain itu, disebutkan juga adanya rezim lisensi impor yang kompleks terkait dengan izin impor barang dari luar negeri. Hal ini bisa memberikan persyaratan tambahan yang harus dipenuhi oleh perusahaan asing sebelum mereka bisa memasukkan produk ke Indonesia.Gedung Putih juga menyoroti aturan terbaru mengenai DHE yang mulai berjalan pada 1 Maret lalu. Melalui, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, Presiden Prabowo menetapkan kewajiban menahan 100% devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri selama satu tahun penuh.Penerbitan regulasi teranyar ini berangkat dari kondisi DHE sumber daya alam (SDA) yang lebih banyak disimpan di bank luar negeri daripada bank domestik. Regulasi terbaru ini bertujuan untuk memperkuat dan memperbesar dampak dari pengelolaan devisa hasil ekspor sumber daya alam. Aturan ini hanya berlaku untuk ekspor dengan nilai mulai US$ 250.000 per transaksi.
Prabowo dan Trump Bahas Tarif Impor dalam Percakapan Telepon

Tag:Breaking News