Aceh – Pengalihan empat pulau yang sebelumnya masuk Aceh kini secara administratif menjadi milik Sumatera Utara kian mendapat sorotan. Kali ini datang dari sosiolog cum guru besar Universitas Syah Kuala (USK) Ahmad Humam Hamid. Humam Hamid menilai pengalihan empat pulau Aceh ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah melalui keputusan Mendagri tidak sesederhana persoalan administratif belaka. Namun, keputusan ini menunjukan adanya pengabaian atas martabat dan komitmen politik pascadamai. “Bagi masyarakat Aceh, keputusan ini tidak bisa dilepaskan dari dimensi sejarah, politik, dan identitas yang kompleks,” begitu kata Humam Hamid dalam pernyataannya yang diterima Kamis (12/06/2025).Menurut Humam Hamid, keempat pulau ini bukan sekadar titik yang muncul di peta, melainkan merupakan bagian dari ruang simbolik yang di dalamnya menyimpan memori. Mulai dari memori konflik, perjuangan otonomi, hingga perjanjian damai yang diperoleh dengan pengorbanan. Pendekatan legalistik atas pengalihan wilayah seperti kasus empat pulau ini dapat memperdalam kecurigaan terhadap pemerintah pusat. Ini mengingat Aceh pernah dihembalang konflik penuh kekerasan akibat operasi militer untuk meredam perjuangan menuntut kemerdekaan yang diinisiasi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). “Bila tidak ditangani secara sensitif, keputusan administratif bisa menjadi percikan bagi munculnya kembali narasi resistensi yang lebih luas,” cetus Humam Hamid.Namun, alih-alih mengedepankan pendekatan empati, pemerintah pusat malah mengajukan langkah-langkah yang legalistis dan formal di dalam kasus ini. Keputusan nirempati ini dipandang tidak tepat dan akan berdampak bagi reproduksi resistensi antargenerasi.”Pendekatan empati berarti hadir untuk mendengar, bukan sekadar menjawab; memahami konteks sosial dan psikologis masyarakat, bukan hanya membaca peta dan regulasi,” cetus Humam Hamid.Melalui pendekatan empat pulau ini, lanjut Humam Hamid, negara tak cuma hanya hadir sebagai pemegang kewenangan, tetapi juga sebagai mitra yang menghargai memori, identitas, dan martabat lokal. Dengan begitu, kepercayaan publik dapat dipulihkan sehingga risiko munculnya ketegangan lintas generasi dapat diredam sebelum berkembang menjadi bentuk resistensi baru.”Di wilayah seperti Aceh, yang menyimpan sejarah panjang konflik dan perjuangan otonomi, keputusan administratif —betapapun sah secara hukum— dapat memicu luka lama jika tidak disertai dengan pemahaman akan makna simbolik dan emosi kolektif yang melekat pada wilayah tersebut,” cetus dia. Sebagaimana diketahui, empat pulau yang sebelumnya ada di wilayah Aceh kini secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil. Hal ini diputuskan melalui Kepmendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan 25 April 2025.Keempat pulau tersebut yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Mangkir Gadang. Empat pulau tersebut memiliki potensi cadangan minyak dan gas bumi (migas) yang bisa menjadi sumber pendapatan asli daerah.
Pengalihan 4 Pulau Aceh ke Sumut Dinilai Abaikan Martabat dan Komitmen Pascadamai

Tag:Breaking News