Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara resmi telah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa dan PT Kawei Sejahtera Mining yang selama ini melakukan aktivitas pertambangan di wilayah Raja Ampat karena dinilai bertentangan dengan peraturan yang berlaku.”Kami mengapresiasi apa yang dilakukan oleh pemerintah melalui Menteri ESDM, yang telah mencabut IUP 4 perusahan yang dinilai melangar ketentuan. Maka negara harus hadir untuk menegakkan aturan dan melindungi masyarakat dari praktik-praktik perusahan yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat,” ujar Anggota Komisi IV DPR RI Alien Mus dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).Alien menambahkan bahwa kasus pertambangan nikel di Raja Ampat harus menjadi momentum evaluasi secara menyeluruh IUP yang berada di wilayah pulau-pulau kecil, yang dinilai bertentangan dengan UU No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Menurutnya, aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil sangat berbahaya karena mengancam keberlangsungan ekosistem dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.”Kasus Raja Ampat ini harus menjadi pelajaran dan momentum untuk kita melakukan evaluasi secara menyeluruh dan mengambil tindakan sesuai dengan undang-undang terhadap praktik-praktik pertambangan di pulau-pulau kecil,” tegasnya.Data Forest Watch Indonesia (FWI) telah mencatat sebanyak 242 pulau kecil dalam konsesi tambang dengan luas mencapai 245.000 ha yang dimiliki oleh 149 izin usaha tambang.”Selama ini terdapat sejumlah pulau-pulau kecil yang telah menjadi pusat aktivitas pertambangan, sehingga menyebabkan penggundulan pulau dan hancurnya ekosistem di wilayah pulau-pualau kecil tersebut.Misalnya, Pulau Gebe dan Pulau Doi di Maluku Utara, Pulau Gag di Raja Ampat, dan Pulau Romang di Maluku,” kata Alien.Anggota DPR RI Dapil Maluku Utara ini juga menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di pulau pulau kecil tidak dibenarkan karena bertentangan dengan Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.”Iya jika kita mau lihat dari Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, di mana pasal 23 menyebutkan bahwa pemanfatan pulau pulau kecil dan perairan sekitarnya tidak menyebutkan pertambangan sebagai aktivitas yang diperbolehkan. Dan dalam pasal 35 yakni dengan tegas melarang aktiviats pertambangan mineral di pulau-pulau kecil apabila secara teknis, ekologis, sosial atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran dan merugikan masyarakat di sekitarnya,” tuturnya.Baca juga Pertambangan Bikin Rusak Alam, Greenpeace Desak Pemerintah Cabut Semua Izin Tambang Nikel di Raja AmpatAnggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta Pemerintah mengevaluasi sistem penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) agar aktivitas tambang tidak melanggar aturan seperti yang terjadi di Raja Ampat.”Kejadian di Raja Ampat bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk tidak ugal-ugalan menerbitkan izin tambang. Jangan sampai pemerintah menjadi makelar tambang,” kata Mufti dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).Politikus PDIP ini mengingatkan, Raja Ampat memiliki mega keanekaragaman yang merupakan habitat bagi ratusan jenis flora dan fauna yang unik, langka, dan terancam punah. Sehingga, aktivitas pertambangan sangat merugikan ekosistem lingkungan hidup dan kemakmuran masyarakat setempat.”Yang digali bukan cuma tambang, tapi harga diri kita sebagai bangsa! Raja Ampat bukan untuk ditambang, tapi untuk dijaga. Pemerintah yang membiarkan tambang masuk ke sana, sama saja dengan menghancurkan masa depan anak cucu kita,” tuturnya.Mufti pun mengingatkan, penambangan di pulau-pulau kecil di Raja Ampat tak hanya merusak lingkungan, tapi juga bertentangan dengan UU Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No 27 tahun 2007 yang melarang aktivitas pertambangan di pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2.Mengapa Izin Bisa Terbit?Oleh karenanya, Mufti menyoroti bagaimana bisa izin tambang terbit di Raja Ampat yang mayoritas merupakan wilayah konservasi. Apalagi sebagian tambang berdekatan dengan Pulau Piaynemo, yang dikenal sebagai destinasi wisata utama di Raja Ampat.”Bahkan bisa-bisanya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan yang sangat bertentangan dengan undang-undang,” ujar Mufti.”Belum lagi adanya respons sejumlah pejabat yang terkesan membela aktivitas tambang lalu muncul narasi-narasi yang bertentangan dengan suara masyarakat asli Papua,” imbuhnya.Mufti mengatakan Raja Ampat merupakan kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia, bukan zona industri ekstraktif. Sehingga, menurutnya, tidak masuk akal jika muncul izin-izin pertambangan di kawasan Raja Ampat.”Sudah cukup hutan habis, laut rusak, masyarakat adat digusur. Kita tidak boleh menggadaikan alam yang akan menjadi modal kehidupan masa depan,” sebut Mufti.Baca juga Usai Raja Ampat, Tambang di Pulau Indonesia Timur Lain Wajib DipantauKejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi polemik tambang nikel yang ada di Raja Ampat, Papua Barat Daya, bahwa tidak menutup kemungkinan pemeriksaan atas penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dilakukan, salah satunya apabila muncul laporan.”Kalau ada laporan pengaduannya (diusut),” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (10/6/2025).”Ya ramainya jangan di media. Nah itu tadi disampaikan ke aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum mana saja, supaya ada bahan, ada dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penelitian, pengecekan sebenarnya apa yang terjadi di sana,” sambungnya.Menurut Harli, jika ada aduan dari masyarakat secara resmi, maka aparat penegak hukum dapat segera bergerak melakukan penanganan perkara dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di kawasan tambang nikel Raja Ampat.”Sebagai pintu masuk yang bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum,” kata Harli.Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq sebelumnya menyatakan membuka peluang memberikan sanksi pidana kepada empat pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.Hanif mengatakan pihaknya sedang melakukan pendalaman dan pengawasan untuk menentukan sanksi kepada empat perusahaan tambang nikel itu.”Ya, ya kita sedang melakukan pendalaman, pengawasan. Jadi tim kami segera berangkat untuk menyikapi pencabutan (IUP) yang dilakukan oleh pemerintah. Kita melakukan pendalaman pengawasan dari pengawasan itu kita akan menentukan langkah-langkah lebih lanjut,” kata Hanif kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Kasus Tambang Raja Ampat Harus Jadi Momentum Evaluasi Pertambangan di Pulau-Pulau Kecil

Tag:Breaking News