JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Ketenagakerjaan Emmanuel Ebenezer menegaskan, menahan ijazah karyawan merupakan bentuk kejahatan.
Ia mengingatkan perusahaan agar menghentikan praktik ini. Penahanan ijazah bisa dijerat pasal penggelapan atau pemerasan.
Noel menyebut saat ini ada ribuan kasus penahanan ijazah yang dilakukan perusahaan terhadap karyawan.
Baca juga: Marak Penahanan Ijazah Karyawan, Menaker Bakal Bikin Kanal Aduan
Ada pula laporan pekerja yang diminta menebus ijazah mereka. Uang tebusan berkisar Rp2 juta hingga Rp35 juta.
“Kita ketahui bahwa mereka ketika mencari kerja prinsipnya kan mencari duit. Bukan malah ngeluarin duit. Nah ini logika yang terbalik yang dilakukan oleh para pelaku usaha,” ujar Noel di Kantor Kemenaker, Jakarta, Senin (20/5/2025).
“Dan kami menganggapnya itu bentuk pemerasan. Menahan ijazah juga bentuk kejahatan. Itu ada pasal KUHP-nya. Jadi ini peringatan keras untuk para pelaku usaha yang masih melakukan praktek-praktek penahanan ijazah. Karena kita akan kenakan pasal penggelapan,” tegasnya.
Jika perusahaan meminta uang tebusan, pasal pemerasan bisa diterapkan.
Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebut, penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang karena hubungan kerja bisa dipidana.
Ancaman hukumannya penjara maksimal lima tahun.
Ada juga pasal 368 KUHP. Pasal ini mengatur pidana bagi orang yang memaksa dengan kekerasan atau ancaman untuk menyerahkan barang, membuat utang, atau menghapus piutang. Pelaku bisa dipenjara.
Baca juga: Bagaimana Aturan Ijazah Ditahan Perusahaan? Ini Kata Pakar HRD
Noel mengatakan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli akan menerbitkan surat edaran (SE) pelarangan penahanan ijazah.
“Jadi besok kemungkinan besar kita akan langsung mengeluarkan namanya surat edaran (SE). Untuk awalnya surat edaran. Nanti besok Pak Menteri yang menyampaikan langsung. Jadi kita gercep semua nih,” ujar Noel.