JAKARTA, KOMPAS.com – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menanggapi terbitnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto, menyebut regulasi ini menjadi landasan pembaruan ekosistem pos dan kurir yang semakin penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan konektivitas nasional.
“Regulasi baru ini membuka lembaran baru bagi industri pos, kurir, dan logistik, sekaligus langkah strategis dalam mendukung ekonomi digital di Indonesia,” ujar Carmelita, Senin (19/5/2025).
Baca juga: PT Pos Indonesia: Gratis Ongkir Harus Dikendalikan
Ia menilai aturan ini mengisi kekosongan hukum di sektor pos komersial, sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2013 dalam menghadapi perkembangan digital.
Menurut Carmelita, sektor pos dan logistik kini tak hanya soal pengantaran surat atau paket. Nilai transaksi e-commerce Indonesia pada 2023 tercatat mencapai Rp 533 triliun, naik 27,4 persen secara tahunan.
Angka ini memperlihatkan peluang besar sekaligus tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan logistik.
Regulasi baru dari Komdigi dinilai menjawab kebutuhan akan standar pelayanan yang terintegrasi dan selaras. Kadin optimistis aturan ini mampu menyelesaikan tantangan distribusi yang masih terpusat di Jawa, rendahnya adopsi teknologi, serta praktik tarif yang tidak sehat.
Aturan ini memuat strategi konkret, termasuk konsolidasi industri, efisiensi operasional, standarisasi layanan, dan perluasan jangkauan pengiriman hingga seluruh pelosok.
Direktur Pos dan Penyiaran Ditjen Ekosistem Digital Komdigi, Gunawan Hutagalung, menegaskan tarif layanan pos komersial ditetapkan oleh penyelenggara, bukan pemerintah, sesuai Undang-Undang Pos. Formula tarif dijabarkan lebih rinci dalam aturan ini.
“Formula tarif dijelaskan, termasuk komponen-komponen biaya yang bisa dimasukkan,” jelas Gunawan saat sosialisasi aturan.
Baca juga: Duduk Perkara Pembatasan Gratis Ongkir Jadi Cuma 3 Hari Sebulan
Regulasi ini mengatur penetapan tarif berdasarkan biaya produksi atau operasional ditambah margin platform layanan. Komponen biaya mencakup tenaga kerja, transportasi, aplikasi, teknologi, kerja sama prasarana, hingga mitra perseorangan.
Pemerintah dapat mengevaluasi tarif berdasarkan lima aspek: ulasan pasar, kajian biaya, dampak sosial, kinerja keuangan perusahaan, dan keberlangsungan layanan pos.