Home / Sumatera / Kisah Tragis Harimau Sumatra di Jambi: Tiga Jari Cakar Putus, Mampukah Bertahan di Alam Liar?

Kisah Tragis Harimau Sumatra di Jambi: Tiga Jari Cakar Putus, Mampukah Bertahan di Alam Liar?

Jambi – Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional yang jatuh pada tanggal 22 Mei lalu malah diselimuti kisah duka. Di Jambi, seekor Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) mengalami nasib malang setelah empat hari terjebak dalam jerat seling baja di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Bungo Pandan, Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi.Akibat jerat tersebut, harimau jantan berusia lima tahun itu harus kehilangan tiga ruas jari kaki kiri bagian depan. Selama terjerat, aliran darah ke bagian kaki terhenti dan luka infeksi menyebabkan kerusakan jaringan yang serius.“Tiga jari putus, tulang ada yang tidak berfungsi, dan jaringan mengalami nekrosis (kematian sel) berat,” kata dokter hewan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Zulmanudin, dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (23/5/2025).Setelah berjuang selama empat hari, harimau akhirnya berhasil dievakuasi dan dibawa ke tempat penyelamatan satwa. Tim medis dari BKSDA Jambi telah memberikan perawatan intensif sejak minggu lalu.Tim juga melakukan tindakan medis berupa pengambilan sampel darah, feses, swab, DNA, pengukuran berat badan, serta pemberian antibiotik dan cairan elektrolit. Menurut Zulmanudin, kondisi kerusakan jaringan dan tulang yang tidak berfungsi memerlukan proses lanjutan yang melibatkan dokter ahli ortopedi.”Minggu depan, tim medis akan memasang gips pada kaki yang terluka,” jelasnya.Harimau yang berusia lima tahun tersebut masih termasuk usia remaja. Setelah ditimbang berat harimau tersebut 70 kilogram. Zulmanudin memperkirakan waktu pemulihan harimau tersebut membutuhkan proses sekitar enam bulan. Kesembuhan sangat penting sebelum melepaskanliaran ke habitat alaminya.Secara garis besar, harimau jantan harus mempertahankan wilayah kekuasaan dan berburu untuk bertahan hidup. Kondisi fisik yang cacat akan meningkatkan kemampuan menerkam mangsa dan mempertahankan diri di alam liar.“Ada banyak kasus dari rekaman kamera trap yang menunjukkan cacat harimau masih bisa bertahan di alam. Namun, untuk harimau jantan, tantangannya lebih besar,” ujarnya.Lokasi ditemukannya harimau yang terjerat itu berada di HTR Bungo Pandan yang berbatasan langsung dengan koridor PT Wira Karya Sakti, anak usaha APP Sinarmas.Interaksi negatif antara harimau dan manusia sering terjadi karena penyempitan habitat. Lanskap Bukit Tigapuluh yang menjadi rumah bagi harimau mengalami kerusakan masif. Alih fungsi hutan mendorong satwa mendekati kebun-kebun milik warga.Situasi ini menyebabkan populasi harimau Sumatera di alam liar terus menurun. Berdasarkan data BKSDA Jambi tahun 2024, populasi harimau di provinsi ini tersisa 183 ekor. Sekitar 150 ekor berada di Taman Nasional Kerinci Seblat, 25 ekor di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan sisanya tersebar di kawasan lain. Insiden tragis yang menimpa si datu belang—sebutan untuk harimau di Jambi—berawal dari laporan yang diterima petugas lingkungan pada 10 Mei 2025 dari Polsek Sumay. Harimau diketahui terjerat seling baja.Sehari kemudian, meski pengait jerat dari kayu terlepas, seling masih melilit kaki harimau. Satwa itu bergerak dalam kondisi rusak, membuat proses evakuasi semakin sulit.Akhirnya, harimau berhasil dibius dan dievakuasi ke Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) di Mendalo, Kecamatan Jambi Luar Kota, untuk menjalani perawatan medis.“Kondisinya masih liar dan agresif. Kami berusaha mengurangi stres, karena setiap kali melihat manusia melintas, ia langsung siaga,” kata Kepala BKSDA Jambi, Agung Nugroho.Agung mengatakan, timnya terus memantau kondisi kesehatan harimau dan melakukan segala upaya medis agar ia dapat kembali ke habitat alaminya.”Upaya medis dilakukan seoptimal mungkin agar kemampuan survival-nya kembali berfungsi. Opsi amputasi tetap terbuka, tapi kami berusaha menghindarinya,” ujar Agung.Ia menambahkan, Harimau Sumatera merupakan satwa endemik yang dilindungi. Perlindungan dan pelestarian memerlukan dukungan seluruh pihak, termasuk masyarakat.“Karena satwa ini dilindungi, kami akan melakukan pendalaman lebih lanjut. Pertama, sosialisasi ke masyarakat, dan selanjutnya menelusuri apakah ada indikasi perburuan dengan koordinasi bersama kepolisian,” tegas Agung.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *