NUNUKAN, Â Serikat Pekerja Nasional (SPN) di perusahaan kelapa sawit PT Karang Juang Hijau Lestari (KHL) Nunukan, Kalimantan Utara, mendatangi DPRD Nunukan pada Senin (27/5/2025).
Mereka mengadukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 477 dari 700 karyawan yang melakukan mogok kerja untuk menuntut hak-hak mereka.
Selain PHK massal, SPN juga memprotes tindakan represif perusahaan yang mengusir paksa para buruh dari barak tempat tinggal mereka.
Baca juga: Wali Kota Solo Sidak, Ayam Goreng Widuran Ditutup Sementara
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dipimpin Ketua Komisi 3 DPRD Nunukan, Rian Antoni, dan dihadiri perwakilan PT KHL, juru bicara SPN, Kornelis, memaparkan 19 poin tuntutan buruh. Beberapa di antaranya termasuk:
“Menindaklanjuti gagalnya upaya perundingan Bipartit sebagaimana ketentuan Pasal 3 Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, kita lakukan mogok kerja sebulan penuh, terhitung 5 Mei sampai 5 Juni 2025,” ujar Kornelis.
Namun, selama aksi berlangsung, PT KHL justru memecat ratusan buruh dan meminta mereka segera angkat kaki dari barak perusahaan.
“Perusahaan juga melakukan mutasi ketua SPN PT KHL ke perusahaan lain yang bukan satu grup, yang tentunya hal tersebut, menyalahi aturan,” imbuh Kornelis.
Ia berharap kasus ini menjadi evaluasi, mengingat PT KHL telah mengantongi sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
SPN menilai mogok kerja sebagai upaya sah untuk menuntut perbaikan kondisi kerja.
“Sayangnya, perusahaan malah memperalat oknum anggota TNI/Polri dalam upaya pengusiran paksa karyawan dari barak perusahaan,” kata Kornelis.
Perwakilan PT KHL, Wicky, membantah tuduhan SPN. Ia menegaskan perusahaan selama ini mengedepankan kesejahteraan karyawan melalui kebijakan internal.
“Yang perlu dicatat, risalah hasil perundingan Bipartit kami berkesimpulan melanjutkan masalah tuntutan ke PHI atau Tripartit. Tidak ada perundingan gagal seperti yang dikatakan SPN,” ujar Wicky.
Wicky menjelaskan bahwa imbauan untuk tidak mogok kerja sudah disampaikan sejak 19 April 2025, namun tidak diindahkan.
Perusahaan juga menolak PKB karena masih menerapkan Peraturan Perusahaan (PP) hingga Desember 2026. Sistem kerja berbasis waktu dan hasil masih digunakan, dan insentif diberikan jika target tercapai.
“Ketika target tercapai, para pekerja mendapat premi… bahkan ada yang sampai dua digit,” jelasnya.