Home / REGIONAL / Ketua GRIB Jaya Kalteng Jadi Tersangka, Kuasa Hukum: Ini Bukan Kasus Pidana

Ketua GRIB Jaya Kalteng Jadi Tersangka, Kuasa Hukum: Ini Bukan Kasus Pidana

PALANGKA RAYA, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) GRIB Jaya Kalimantan Tengah (Kalteng) berinisial R ditetapkan sebagai tersangka oleh aparat kepolisian setelah ramai kasus dugaan penyegelan terhadap PT Bumi Asri Pasaman (BAP) di Kabupaten Barito Selatan yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) tersebut.

Kuasa hukum R, Ledelapril Awat, menilai bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Polda Kalteng pada 20 Mei 2025 tidak tepat secara hukum.

Ia berpendapat bahwa perkara yang melibatkan kliennya seharusnya diselesaikan melalui jalur perdata, bukan pidana.

“Dalam perkara ini, PT BAP mengaku dirugikan akibat pemasangan spanduk oleh R dan rekan-rekannya. Namun, PT BAP seharusnya menempuh gugatan perdata melalui mekanisme perbuatan melawan hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Buntok, bukan melaporkannya sebagai tindak pidana,” ujar Ledelapril melalui keterangan tertulisnya kepada yang dikirim oleh salah satu pengurus ormas GRIB Jaya Kalteng, Senin (26/5/2025).

Baca juga: Ayam Goreng Widuran Solo Tutup Sementara, Ini Harapan Karyawan

Jika PT BAP merasa dirugikan baik secara materil maupun moril, menurut dia, langkah hukum perdata lah yang didahulukan, sebab ada asas hukum ultimum remedium (pidana adalah upaya terakhir).

Lebih lanjut, Ledelapril menyebut, pasal-pasal yang digunakan oleh penyidik, yakni Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan Kehendak dengan ancaman kekerasan dan Pasal 167 KUHP tentang masuk pekarangan tanpa izin, tidak relevan karena korbannya merupakan badan hukum/perusahaan, bukan individu.

“Hukum pidana Indonesia menganut asas universitas delinquere non potest, artinya badan hukum tidak dapat menjadi pelaku atau korban kejahatan pidana. KUHP hanya mengenal individu sebagai subyek dan obyek dalam delik pidana,” jelasnya, Jumat (23/5/2025).

Ia juga mencontohkan beberapa pasal dalam KUHP seperti Pasal 338 (pembunuhan), Pasal 351 dan 354 (penganiayaan), serta Pasal 310 (pencemaran nama baik), yang semuanya mensyaratkan korban adalah orang (natuurlijk persoon), bukan badan hukum.

Mengenai penerapan Pasal 167 KUHP, Ledelapril mengutip pendapat R Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya, yang menyebut bahwa frasa “masuk begitu saja” tidak serta-merta berarti “masuk dengan paksa”.

“Dalam kasus ini, R dan timnya masuk ke area pabrik PT BAP dengan cara sopan, yakni mengisi buku tamu dan didampingi petugas keamanan perusahaan saat pemasangan spanduk. Maka, unsur pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 KUHP tidak terpenuhi,” klaim dia.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *