WASHINGTON, Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing, menurut pengumuman Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) pada Kamis (22/5/2025).
Melalui surat yang ditujukan langsung kepada Presiden Harvard Alan Garber, Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menyatakan bahwa sertifikasi Student and Exchange Visitor Program (SEVP) untuk Harvard telah dicabut.
Artinya, universitas tersebut tidak lagi bisa menerima mahasiswa internasional dengan visa F-1 atau J-1. Mahasiswa asing yang saat ini masih belajar di Harvard juga harus segera pindah ke universitas lain atau kehilangan status hukum mereka di AS.
Baca juga: AS Ultimatum Harvard: Wajib Penuhi 6 Syarat Ini dalam 72 Jam atau Mahasiswa Asing Terusir
Menurut Noem, Harvard dianggap “mendorong kekerasan, antisemitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China.”
Dalam surat resmi yang dikirim kepada Presiden Harvard, Noem menuduh kampus tersebut gagal mengendalikan aksi-aksi mahasiswa yang dinilai radikal dan bermuatan politik, khususnya yang berhubungan dengan konflik Gaza.
Pemerintah juga menuduh Harvard menjadi “sarang agitator anti-Amerika dan pro-teroris”, merujuk pada berbagai demonstrasi mahasiswa yang mengkritik dukungan AS terhadap Israel dan menuntut dihentikannya serangan ke Gaza.
Tidak hanya itu, Departemen Keamanan Dalam Negeri menuding Harvard menyembunyikan informasi soal mahasiswa asing yang terlibat dalam aksi protes, dan enggan menyerahkan data lengkap mengenai riwayat disiplin dan potensi risiko keamanan mereka.
Noem menyebut langkah ini juga bisa diartikan sebagai “peringatan keras” kepada universitas lain agar tidak membiarkan kekerasan, antisemitisme, dan aktivitas pro-Hamas terjadi di kampus.
Kendati demikian, keputusan pemerintah tersebut tidak bisa dilepaskan dari ketegangan yang sudah lama terjadi antara pemerintahan Presiden Donald Trump dan Harvard.
Sejak kampus itu secara terbuka mengkritik kebijakan pemerintah terkait hak sipil dan kebebasan akademik, hubungan antara keduanya memburuk.
Pada April lalu, pemerintah bahkan membekukan pendanaan federal sebesar 2,3 miliar dollar AS (sekitar Rp 37 triliun) ke Harvard karena universitas itu menolak audit eksternal terhadap dosen dan mahasiswa untuk memastikan adanya “keragaman pandangan politik”.
Menteri Pendidikan AS Linda McMahon menyebut Harvard telah “mengkhianati prinsip pendidikan tinggi.”
Baca juga: Pemerintahan Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing yang Tak Memenuhi Syarat
Namun, para kritikus membela Harvard dengan menyebut bahwa larangan ini adalah bentuk retaliasi politik, bukan semata-mata soal keamanan.
Mereka menilai pemerintah berusaha menggunakan visa dan pendanaan sebagai alat tekanan terhadap universitas yang dianggap “tidak sejalan secara ideologis”.
Kebijakan ini berdampak langsung pada sekitar 6.800 mahasiswa asing yang tengah menempuh studi di Harvard atau sekitar 27 persen dari total mahasiswa di kampus tersebut.