Jakarta – Lippo Group memamerkan contoh rumah subsidi mungil yang akan dipasarkan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Lobby Nobu Bank, Lippo Mall Nusantara, Semanggi, Jakarta. Seperti apa?Ada dua desain rumah subsidi yang ditampilkan oleh Lippo Group, yakni rumah subsidi luas 14 meter persegi (m2) dengan satu lantai dan rumah luas 23,4 m2 dengan dua lantai.Rumah pertama memiliki luas tahan 25 m2 dengan spesifikasi 2,6 x 9,6 m2, serta dengan luas bangunan 14 m2. Rumah ini dilengkapi dengan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan ruang keluarga yang tergabung dengan dapur sederhana.Pada desain mock up kedua, menghadirkan rumah subsidi dengan luas bangunan 23,4 m2 dari lahan seluas 26,3 m2 (2,6×10,1 m2). Bangunan ini menghadirkan 2 kamar tidur dan 2 kamar mandi.Lalu, berapa harganya? Wakil Ketua Lippo Group James Riady mengungkapkan, rumah subsidi tipe satu kamar tidur ini akan dibanderol mulai dari Rp100 juta per unit. Harga rumah subsidi tersebut dapat meningkat tergantung lokasi dan spesifikasi bangunan.”Kalau lebih dekat ke kota bisa sampai Rp120 juta, Rp130 juta, bahkan Rp140 juta,” ujar James, Senin 16 Juni 2025.Sementara itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menggodok harga rumah subsidi agar bisa dicicil sebesar Rp 600-700 ribu per bulan. Hitungan ini seiring pengkajian ukuran rumah subsidi ‘mungil’ menjadi minimal 18 meter persegi (m2).”Nanti insyaallah kalau memang nanti ke depan kita sudah banyak masukan dari semua stakeholder dengan harga yang nanti lebih murah, tentu cicilannya juga kita dorong bisa lebih murah bisa Rp600 sampai Rp700 ribu sebulan,” kata Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati.Berikut sederet fakta terkait rumah subsidi mungil yang mulai ipamerkan contohnya dihimpun Tim News : Lippo Group memamerkan contoh rumah subsidi mungil seluas 14 meter persegi yang akan dipasarkan untuk kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).Rumah ini dirancang untuk menjawab kebutuhan hunian layak di kawasan perkotaan seperti Bekasi, Tangerang, hingga Bogor.Dalam acara tersebut, Lippo menampilkan dua tipe rumah subsidi sebagai contoh (mock up):Tipe 1 Kamar Tidur: Luas tanah 25 m² (2,6 x 9,6 m), luas bangunan 14 m²Tipe 2 Kamar Tidur: Luas tanah 26,3 m² (2,6 x 10,1 m), luas bangunan 23,4 m²Sebagai informasi, rumah pertama memiliki luas tahan 25 m2 dengan spesifikasi 2,6 x 9,6 m2, serta dengan luas bangunan 14 m2. Rumah ini dilengkapi dengan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan ruang keluarga yang tergabung dengan dapur sederhana.Di bagian depan rumah tersedia satu parkiran yang cukup untuk satu mobil. Langkah pertama masuk rumah tersebut, disambut dengan ruang keluarga yang berhadapan langsung dengan wastafel dan tempat memasak sederhana. Ruangan pertama ini memiliki luas sekitar 2,7 m2.Lalu, pada ruang kedua, dijadikan sebagai kamar tidur yang mampu memuat 1 kasur ukuran 160×200 cm. Pada ruangan ini ada satu kamar mandi yang lengkap dengan wastafel, kloset duduk, dan shower yang hanya cukup untuk satu orang.Di sudut kamar tersebut juga disediakan lemari sederhana tanpa pintu. Ada sebuah gantungan baju yang bisa digunakan di sisi atas, sementara di sisi bawah ada ruang untuk penyimpanan beberapa pakaian.Pada desain mock up kedua, menghadirkan rumah subsidi dengan luas bangunan 23,4 m2 dari lahan seluas 26,3 m2 (2,6×10,1 m2). Bangunan ini menghadirkan 2 kamar tidur dan 2 kamar mandi.Spesifikasi total tidak jauh berbeda dengan rumah subsidi desain sebelumnya. Perbedaannya hanya ada di jumlah kamar tidur dan kamar mandi yang lebih banyak.Satu ruang tidur berada di lantai 2 atau tepat dibatas kamar tidur pertama di lantai 1. Akses tangga ditempatkan tepat di samping ruang keluarga. Di sisi atas, spesifikasi dan luas kamar tidur tidak berbeda dari kamar yang ada di bawah. Menurut Wakil Ketua Lippo Group James Riady, meski ukurannya tergolong kecil, James menekankan bahwa spesifikasi rumah tetap memperhatikan kualitas dan kenyamanan penghuninya.”Kusen dan pintu aluminium dan instalasi air bersih PDAM dan sumber air yang disiapkan developer dan listrik 900 watt,” ujar James, Senin 16 Juni 2025.Secara teknis, rumah subsidi ini menggunakan struktur beton bertulang, dengan lantai keramik di seluruh bagian rumah, mulai dari teras, ruang utama, kamar tidur, hingga kamar mandi dan carport.Dinding menggunakan bata ringan dengan mortar finish cat, plafon dari gypsum, serta atap rangka baja ringan dengan penutup dari spandek. Fasilitas sanitasi juga sudah dilengkapi dengan kloset duduk, wastafel, shower, kran, serta meja dapur dan sink. James Riady mengatakan, rumah subsidi tipe satu kamar tidur akan dibanderol mulai dari Rp100 juta per unit, dengan harga yang disesuaikan berdasarkan lokasi dan spesifikasi.”Untuk harganya ini mulai dari Rp100 juta untuk yang single. Tetapi kalau lebih dekat ke kota pasti akan terus meningkat sampai Rp120 juta, Rp130 juta dan Rp140 juta,” terang James.Rumah subsidi ini dirancang sebagai solusi hunian layak dan terjangkau di kawasan urban seperti Bekasi, Tangerang, dan Bogor.Sementara itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menggodok harga rumah subsidi agar bisa dicicil sebesar Rp 600-700 ribu per bulan. Hitungan ini seiring pengkajian ukuran rumah subsidi ‘mungil’ menjadi minimal 18 meter persegi (m2).Adapun, Lippo Group sendiri menghadirkan desain terbaru rumah subsidi minimalis dengan luas bangunan 14 m2 untuk 1 lantai dan 23,4 m2 untuk 2 lantai. Keduanya jadi usulan desain bagi rumah subsidi di kawasan perkotaan.”Nanti insyaallah kalau memang nanti ke depan kita sudah banyak masukan dari semua stakeholder dengan harga yang nanti lebih murah, tentu cicilannya juga kita dorong bisa lebih murah bisa Rp 600 sampai 700 ribu sebulan,” kata Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati di Lippo Mall Nusantara, Semanggi, Jakarta, Senin 16 Juni 2025.Dia mengatakan, diskusi mengenai biaya cicilan yang jadi tanggungan konsumen ini merupakan pembahasan komprehensif selain topik ukuran rumah subsidi.Angka Rp 600-700 ribu per bulan itu lebih rendah dari cicilan rumah subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang berkisar Rp 1 jutaan per bulan.Sri menjelaskan, murahnya usulan cicilan dan luas rumah subsidi jadi upaya untuk mengakomodir masyarakat tanpa pendapatan tetap. Pada saat yang sama, diharapkan juga bisa diterima oleh masyarakat yang ingin lebih dahulu memiliki rumah yang tak begitu luas.”Kita intinya pemerintah ingin membuka opsi supaya masyarakat tadi non-fixed income misalnya masyarakat yang memang membutuhkan rumah lebih dekat aktivitas tetapi tidak perlu ruangan yang besar dulu karena memang baru berkeluarga dan lain-lain gitu. Jadi kita menjawab beberapa demand dari masyarakat gitu,” tuturnya. Kemudian, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menyerahkan penentuan lokasi rumah subsidi kepada pengembang perumahan. Namun, dipastikan yang aksesnya dekat ke perumahan.Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati menyampaikan pihaknya tengah menggodok aturan baru luas rumah subsidi minimal 18 meter persegi (m2).Dia menginginkan, rumah tersebut bisa berada di lokasi yang strategis dekat perkotaan, namun ketetapannya ditentukan oleh pengembang.”Lokasi yang realistis ya, tentu ini kita serahkan kepada pengembang. Jadi ada hitung-hitungannya tuh,” ungkap Sri.Misalnya, Lippo Group yang sudah menghadirkan dua desain rumah dengan luas 14 m2 dan 23,4 m2 dari tanah masing-masing 25 m2 dan 26,3 m2. Sri bilang, pengembang yang menghitung biaya pembangunan rumah tersebut sebagai acuan lokasinya.”Lokasinya dimana sih kalau bisa angka di, kemarin sempat mention berapa (harga satu unit rumah) di atas seratus (juta) gitu ya. Posisinya dimana, tapi yang pasti di sekitar perkotaan,” ucap dia.”Nanti pengembang ya akan berkreatif untuk mencari, dimana yang pas untuk fitur ini dan harganya berapa tentu kita serahkan kepada pengembang gitu ya untuk menghitung sampai ketemu harga,” sambung Sri.Pada kesempatan yang sama, Head of Project Management PT Lippo Karawaci Fritz Atmodjo memberikan bocoran terkait lokasi yang memungkinkan dibangun rumah subsidi minimalis. Misalnya area Cikampek, Purwakarta, hingga Kabupaten Bogor.”Terkait lokasi sih sebenarnya kemarin kita sempat hitung-hitung gitu ya dengan harga yang kemarin kita set up itu, ada di koridor timur, Cekampek, Purwakarta. Kalau di Bogor mungkin di daerah kabupatennya, di area-area Tangerang,” terangnya.Soal akses transportasi umum, Fritz mengatakan pembangunan rumah itu akan difokuskan terhadap akses ke pusat kota. “Jadi maksudnya sekarang itu kan dia agak jauh dari tempat kerja. Nah sekarang dengan kolaborasi ini bisa lebih dekat lagi ke area kerja, sehingga sistem model TOD itu enggak harus selalu dekat stasiun karena sudah dekat area kerja,” terangnya. Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengaskan masih menunggu respons berbagai pihak sebelum menetapkan luasan rumah subsidi minimal 18 meter persegi (m2). Ini berkaitan dengan uji publik yang masih terus digulirkan.Seperti diketahui, Kementerian PKP tengah mengkaji usulan luas rumah subsidi jadi 18 m2 yang dibangun di atas tanah minimal 25 m2. Hal tersebut tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025.”Nah kalau ditetapkan kapan? tentu kita tidak langsung menetapkan harus selesai kapan, tidak,” kata Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati.Dia menegaskan, keputusan akan diambil setelah masyarakat target konsumen menerima desain yang diusulkan tadi. Termasuk juga kesediaan pengembang untuk membangun.Pada saat yang sama, kesediaan mengenai skema pembiayaan dari perbankan pun menjadi salah satu bagian pertimbangan.”Tapi sampai kemudian kita yakin bahwa desain ini dapat diterima dengan calon pembeli atau masyarakat MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) tadi, juga dapat bisa dibangun oleh asosiasi pengembang untuk para pengembang, termasuk dalam konteks pembiayaannya gitu kan,” tutur Sri. Kementerian PKP tak ambil pusing sejumlah kritikan yang datang terhadap kajian ukuran rumah subsidi menjadi minimal 18 meter persegi (m2). Kritikan itu dianggap sebagai masukan dalam proses uji publik.Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati mengamini banyaknya tanggapan dari masyarakat soal usulan luas minimal rumah subsidi. Meski begitu, dia menganggap positif semua masukan tersebut.”Kami menyikapi dengan sangat positif gitu loh, toh ini kan juga barang belum, regulasinya belum ditetapkan,” kata Sri.Dia menampung setiap kritikan yang disampaikan masyarakat sebagai masukan-masukan dalam memperbaiki desain rumah subsidi nantinya. Masukan ini menurutnya bakal berguna sebelum keputusan final soal aturan luas rumah subsidi ditetapkan.”Kemarin ada masukannya yang bagus nih, ‘Bu ini buat apa namanya, sejadah, sholat gimana?’ Makanya, oke, berarti ada yang harus kita sesuaikan,” ucapnya.”Jadi sangat terbuka gitu, uji publiknya gitu ya, masyarakatnya. Ini sangat-sangat kita perhatikan lah masukan-masukannya, sampai nanti di akhir kemudian kita ada titik kesepakatan,” sambung pejabat Kementerian PKP itu.Sri menjelaskan awal mula munculnya usulan pengurangan luasan rumah subsidi di kawasan perkotaan. Misalnya, soal lahan yang terbatas di kawasan perkotaan.Menurutnya, dengan aturan semula bahwa rumah subsidi berdiri di lahan 60 meter persegi (m2) akan menjadi tantangan. Untuk itu, hadir usulan pendirian rumah subsidi seluas minimal 18 m2 di atas tanah minimal 25 m2.”Tadi kan seperti saya sampaikan, tujuan utamanya apa sih? Oh tanah di perkotaan kan mahal gitu ya. Sehingga kalau misalnya pake skema yang seperti sekarang, itu dengan luas tanah yang 60 (meter persegi) misalnya enggak masuk tuh harganya gitu kan. Oke gimana caranya masuk? Oke luasannya kita sesuaikan, segmennya segmented, terus lokasinya juga tidak keseluruhan, tapi masukannya adalah khusus untuk sekitar perkotaan. Itu kita perhatikan,” terangnya. Kemudian, Sri Haryati buka suara terkait usulan pembangunan rumah subsidi dengan luas minimal 18 meter persegi (m2) ketimbang membangun rusun. Menurutnya, hal itu menjadi alternatif pilihan buat masyarakat.Asal tahu saja, Kementerian PKP tengah mengkaji untuk mengubah ketentuan luas minimal rumah tapak bersubsidi jadi 18 m2 dengan tanah minimal 25 m2. Sri pun menjawab alasan adanya opsi itu ketimbang membangun rumah susun di lahan yang terbatas.”Jadi kita membuka banyak opsi. Ada masyarakat yang juga enggak nyaman tinggal di rusun kan? Jadi alternatif, sekali lagi opsi, pilihan untuk masyarakat. Toh nanti para pengembang juga akan bangun,” ucap Sri.Dia menjelaskan, pada skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi, ada rumah tapak dan rumah susun. Kembali lagi, hal itu ditentukan oleh pengembang sesuai preferensi masyarakat sebagai konsumen.”Ngerti kan masalah FLPP kan? Bahwa pengembang membangun, kemudian ada yang kemudian berminat. Pengembang tentu juga akan melihat, kalau misalnya menurut mereka juga adalah, oh ini memang bagus untuk dibangun dan ada demand-nya bagus, dia tentu akan bangun. Jadi intinya adalah seperti tadi,” tuturnya.”Kenapa enggak (membangun) rusun aja? Rusun juga ada. Jadi rusun juga ya, kita juga kan tahu ada rusun sewa, terus pemerintah juga ada yang membangun rusun milik, kemudian juga ada pengembang juga membangun rusun,” tambah Sri.
7 Fakta Terkait Rumah Subsidi ‘Mungil’ yang Mulai Dipamerkan Contoh Desainnya

Tag:Breaking News