Jakarta – Sejumlah pihak angkat bicara usai viral grup Facebook yang diduga menyebarkan konten meresahkan serta bertentangan dengan norma sosial dan hukum di Indonesia.Salah satunya Komisi Nasional atau Komnas Perempuan. Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komnas Perempuan Yuni Asriyanti meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus grup seksual inses di media sosial Facebook yang belakangan sedang ramai dan meresahkan masyarakat.”Walaupun grupnya sudah ditutup, bukan berarti enggak bisa dikejar ya, pasti bisa dikejar siapa adminnya, siapa yang mengelolanya. Saya kira aparat penegak hukum harus menindaklanjuti hal ini,” kata Yuni saat ditemui di sela kegiatan Napak Reformasi di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Sabtu 17 Mei 2025, seperti dilansir dari Antara.Menurut Yuni, penyelesaian lewat jalur hukum harus dilakukan agar komunitas seperti grup inses itu tidak bermunculan lagi di media sosial (medsos).Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) pun mengecam adanya grup Facebook Fantasi Sedarah yang belakangan viral di sosial media. Wadah beraroma inses tersebut pun langsung dilaporkan ke polisi.Sekretaris KemenPPPA Titi Eko Rahayu menyampaikan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri untuk menangani keberadaan grup Facebook yang mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat tersebut.”Kemen PPPA sangat prihatin dan mengecam keras keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan inses yang sangat membahayakan terutama bagi perempuan dan anak,” tutur Titi dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025).Menurut Titi, jika terbukti adanya pelanggaran, maka proses hukum harus segera ditegakkan demi memberikan efek jera dan melindungi masyarakat khususnya anak-anak, dari dampak buruk konten menyimpang.Berikut sederet respons sejumlah pihak usai viral grup Facebook yang diduga menyebarkan konten meresahkan serta bertentangan dengan norma sosial dan hukum di Indonesia dihimpun Tim News : Ketua Subkomisi Pengembangan Sistem Pemulihan Komisi Nasional Perempuan Yuni Asriyanti meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus grup seksual inses di media sosial Facebook yang belakangan sedang ramai dan meresahkan masyarakat.”Walaupun grupnya sudah ditutup, bukan berarti enggak bisa dikejar ya, pasti bisa dikejar siapa adminnya, siapa yang mengelolanya. Saya kira aparat penegak hukum harus menindaklanjuti hal ini,” kata Yuni saat ditemui di sela kegiatan Napak Reformasi di TPU Pondok Rangon, Jakarta Timur, Sabtu 17 Mei 2025, seperti dilansir dari Antara.Menurut Yuni, penyelesaian lewat jalur hukum harus dilakukan agar komunitas seperti grup inses itu tidak bermunculan lagi di media sosial.Jika grup inses tersebut hanya ditutup dan tidak mendapatkan sanksi hukum, Yuni khawatir komunitas tersebut akan terus bermunculan karena merasa difasilitasi dengan mudah oleh media sosial.Kondisi tersebut dapat membahayakan keselamatan anak-anak, terutama anak perempuan yang dinilai paling rentan mengalami kekerasan seksual. Tidak hanya itu, Komnas Perempuan juga meminta pemerintah terlibat dalam membentuk ruang aman untuk perempuan, terutama anak perempuan di dalam keluarga.Hal tersebut harus dilakukan lantaran lingkungan keluarga justru menjadi tempat yang paling sering terjadi pelecehan seksual, terutama anak perempuan.Aktivitas-aktivitas seperti itu, lanjut Yuni, yang memicu terbentuknya grup-grup aktivitas seksual, seperti komunitas inses tersebut.”Keluarga sudah tidak boleh lagi jadi tempat untuk terjadinya kekerasan keluarga, sudah tidak boleh lagi menjadi tempat untuk langgengnya nilai-nilai yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan,” jelas Yuni.Dia juga berharap masyarakat luas memiliki kesadaran penuh akan keselamatan perempuan dan anak dalam keluarga sehingga dua objek tersebut tidak melulu menjadi sasaran kekerasan seksual. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengecam adanya grup Facebook Fantasi Sedarah yang belakangan viral di sosial media. Wadah beraroma inses tersebut pun langsung dilaporkan ke polisi.Sekretaris Kemen PPPA Titi Eko Rahayu menyampaikan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Polri untuk menangani keberadaan grup Facebook yang mengandung unsur eksploitasi seksual dan meresahkan masyarakat tersebut.”Kemen PPPA sangat prihatin dan mengecam keras keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan inses yang sangat membahayakan terutama bagi perempuan dan anak,” tutur Titi dalam keterangannya, Minggu (18/5/2025). Menurut Titi, jika terbukti adanya pelanggaran, maka proses hukum harus segera ditegakkan demi memberikan efek jera dan melindungi masyarakat khususnya anak-anak, dari dampak buruk konten menyimpang.”Kemen PPPA telah melakukan upaya preventif berupa koordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Polri untuk dapat segera menindaklanjuti akun medsos Facebook tersebut. Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut,” jelas dia.Titi mengatakan, diskusi yang dilakukan antar anggota grup Facebook tersebut pun diyakini telah memenuhi tindakan kriminal, yaitu berupa penyebaran konten bermuatan seksual, terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual.Persoalan hukum itu dapat dikenakan l Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.”Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat,” ungkapnya. Lebih lanjut, Kementerian PPPA mendorong Facebook sebagai platform digital untuk memberikan respons cepat atas konten yang bermuatan eksploitasi seksual dan membahayakan perempuan dan anak.”Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih,” tegas Titi.Adapun kasus tersebut menjadi bukti pentingnya edukasi menyeluruh tentang literasi digital dan seksualitas yang sehat. Dia menyatakan, keluarga sangat berperan sebagai tempat utama pembentukan karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak, yang sejatinya tidak tergantikan oleh apapun termasuk oleh kemajuan teknologi.”Kemen PPPA dengan menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas PPPA di daerah dan para relawan sering melakukan kampanye literasi digital bagi anak dan orang tua agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial. Untuk itu, tidak henti-hentinya kami mendorong dan mengedukasi orang tua tentang pentingnya mendiskusikan aturan penggunaan internet dan mengenalkan anak pada cara melaporkan konten yang tidak sesuai,” Titi menandaskan.
5 Respons Komnas Perempuan hingga Kementerian PPPA Usai Viral Grup Inses di Facebook

Tag:Breaking News