GAZA, Militer Israel mengumumkan kematian empat tentaranya dalam operasi di Jalur Gaza pada Jumat (6/6/2025), saat negara tersebut menghadapi krisis internal terkait kebijakan wajib militer terhadap komunitas ultra-Ortodoks.
Insiden tersebut terjadi di wilayah Khan Younis, lokasi di mana pasukan Israel tengah beroperasi di kompleks yang diklaim milik kelompok Hamas.
“Pada sekitar pukul enam pagi, sebuah alat peledak meledak dan menyebabkan sebagian bangunan runtuh,” kata juru bicara militer Israel, Effie Defrin.
Baca juga: Duka Warga Gaza: Idul Adha Tanpa Perayaan, Daging Jadi Barang Mewah
Ia menambahkan, lima tentara Israel lainnya terluka dalam peristiwa tersebut, termasuk satu orang dalam kondisi kritis.
Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militer Hamas, menyebut insiden tersebut sebagai peringatan bagi Israel.
“Kerugian yang diderita pendudukan hari ini di Khan Younis menggambarkan apa yang akan mereka hadapi di mana pun mereka berada,” demikian pernyataan juru bicara kelompok itu, Abu Obeida.
Ia juga menyerukan masyarakat Israel agar mendesak pemimpinnya mengakhiri perang Israel-Hamas atau bersiap kehilangan lebih banyak anggota keluarga mereka.
Dengan tambahan empat korban jiwa ini, total tentara Israel yang tewas sejak dimulainya serangan darat pada akhir Oktober 2023 menjadi 429 orang.
Dalam kesempatan yang sama, Defrin mengungkapkan, militer Israel saat ini kekurangan sekitar 10.000 tentara, termasuk 6.000 personel yang dibutuhkan untuk pertempuran aktif.
“Ini adalah kebutuhan operasional saat ini,” katanya, menanggapi pertanyaan terkait polemik wajib militer bagi warga ultra-Ortodoks.
Situasi ini memicu ketegangan dalam koalisi pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.
Partai-partai ultra-Ortodoks menuntut pengecualian wajib militer bagi komunitas mereka tetap dilindungi hukum. Jika tuntutan itu tak dipenuhi, mereka mengancam akan menarik diri dari koalisi.
Sementara itu, publik Israel menolak pengecualian tersebut. Banyak keluarga tentara cadangan mengaku lelah menghadapi pemanggilan militer yang berulang selama masa perang.
Pada April lalu, perwakilan militer mengungkap, dari 18.000 surat panggilan wajib militer yang dikirimkan kepada warga ultra-Ortodoks, hanya 232 orang yang merespons secara positif.
Menanggapi kondisi ini, kantor Perdana Menteri Netanyahu menyampaikan, diskusi dengan anggota parlemen dari Partai Likud telah menunjukkan “kemajuan signifikan”. Namun, sejumlah isu belum terselesaikan masih harus dibahas lebih lanjut.
Baca juga: NATO Diklaim Lebih Kuat dari Kekaisaran Romawi dan Napoleon, Rusia: Itu Omong Kosong