Jakarta – “S.O.S dari Pulau Enggano !!!” demikian narasi awal yang menggambarkan kedaruratan Pulau Enggano yang diungkapkan seorang jurnalis yang sedang berada di daratan terpencil tersebut.Dalam video terlihat beberapa pria membuang hasil bumi mereka berupa tumpukan tandan pisang ke pinggir laut. Meski tidak begitu jelas, tampak pisang yang warnanya sudah kehitaman, menandakan bahwa telah busuk. Jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit, karena ada mobil pick-up yang membawanya. Diceritakan bahwa sudah empat bulan pulau berpenduduk 4.000 jiwa tersebut terisolasi. “Orang sakit, pasokan sembako, dan ekonomi lokal, pelan-pelan sekarat. Hasil panen membusuk,” tulis Harry dalam unggahan Instagram pribadinya @harry_siswoyo pada Sabtu, 21 Juni 2025. Menurutnya sejak Maret 2025, transportasi laut menuju Pulau Enggano terhenti akibat dangkalnya alur Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu. Ia menyebut bahwa berhentinya angkutan kapal penumpang dan barang menuju Pulau Enggano yang terletak 150 mil laut di Samudera Hindia ini telah membuat pulau ini terisolir. “Orang-orang terkurung. Warga yang kritis terpaksa bertahan. Sejumlah warga Enggano sudah mendesak agar ada kapal alternatif untuk mereka. Namun tak pernah diwujudkan,” tulisnya. Menurut warga pulau, pemerintah Bengkulu hanya menunggu proses keruk alur selesai. Padahal, jika memang hendak membantu warga di pulau Enggano maka ada banyak kapal alternatif yang bisa membantu mendistribusikan hasil bumi dan orang atau warga yang kritis.Hingga pekan pertama Juni 2025, Kapal Ferry Pulo Tello baru bisa berlayar ke Enggano. Ratusan orang bisa dibawa ke kota. Karena pelabuhan belum normal. Mereka akhirnya bersandar di tengah laut dan dipindahkan menggunakan kapal Basarnas.Sejauh ini, proses antar jemput penumpang sudah mencukupi meski dengan skema turun di tengah. Namun, yang memprihatinkan. Belum ada kapal yang bisa membawa hasil bumi milik masyarakat adat Enggano. Pisang, kakao, pinang, jengkol, kelapa, ikan dan lainnya akhirnya menumpuk dan membusuk di Enggano. Pemerintah enggan menyediakan kapal alternatif khusus barang. Saat ini, warga yang memiliki relasi dengan penampung di kota, harus merogoh kocek sampai Rp20 juta untuk membayar kapal nelayan agar hasil bumi dibawa ke kota.Sayangnya, untuk yang tidak memiliki uang, terpaksa membiarkan hasil panen mereka membusuk di kebun. Pulau Enggano sebenarnya sangatlah potensial, bahkan ada mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Gadjah Mada yang menanam padi Gamagora yaitu padi baru hasil riset UGM.Mengutip dari kanal regional 11 Juni 2025, padi ini mampu tumbuh baik pada lahan sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan dengan air terbatas. Padi varietas unggul Gamagora ini tumbuh subur dan siap panen di pertengahan Juni yang akan datang.”Kami ingin kehadiran mahasiswa UGM memberi manfaat langsung bagi masyarakat, terutama dalam memperkuat kedaulatan pangan lokal,” ungkap Hatma Suryatmojo, selaku Dosen Pembimbing Lapangan, Kamis 5 Juni 2025.Mayong, sapaan akrabnya, menjelaskan pemilihan Gamagora bukan keputusan sembarangan, karena padi ini terbukti tahan terhadap cekaman lingkungan, perubahan iklim dan memiliki potensi hasil tinggi, hal penting bagi wilayah pulau-pulau kecil dan terluar seperti Enggano. Selain adaptif terhadap kondisi tanah dan cuaca setempat, umur panennya juga relatif singkat, sehingga cocok untuk siklus tanam masyarakat. Padi Gamagora ini merupakan inovasi buah dari kerja panjang UGM dalam penelitian pertanian yang kini benar-benar turun ke sawah.”Inilah bentuk kemandirian inovasi kampus yang langsung diterapkan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat di wilayah terpencil,” jelas Mayong.Mayong menjelaskan jika program ini tidak hanya soal menanam dan panen, namun juga menjadi ruang temu antara ilmu dari kampus dengan pengetahuan lokal. Mahasiswa tidak hanya berbagi pengetahuan tentang pertanian, tetapi juga belajar dari kearifan lokal dan kebiasaan masyarakat setempat.”Kerakyatan bukan sekadar slogan, tapi terwujud lewat kolaborasi sejajar antara mahasiswa dan warga,” ujarnya.Ia menilai pembangunan infrastruktur di Pulau Enggano seperti akses jalan, pelabuhan yang aktif, dan jaringan komunikasi yang stabil sudah menjadi modal penting dalam upaya menuju kemandirian pangan baik peningkatan produktivitas pertanian hingga kelancaran distribusi hasil panen.
4 Ribu Penduduk Pulau Enggano Terisolasi dan Sekarat, Hasil Panen Membusuk Tak Ada Kapal Pengangkut

Tag:Breaking News