Jakarta – Penyidik Polda Metro Jaya memeriksa tiga orang saksi terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau ijazah palsu Jokowi pada Kamis 15 Mei 2025. Salah satu saksi adalah Pakar Telematika Roy Suryo.Dalam kesempatan itu, Roy Suryo mempertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam laporan dugaan ijazah palsu Jokowi, khususnya terkait penggunaan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Menurut Roy, tidak semestinya pasal-pasal dalam UU ITE digunakan tanpa adanya barang bukti berupa dokumen elektronik.”Dan yang penting, barang elektroniknya nggak ada. Jadi dokumennya saya tadi tanya, mana dokumen yang dilaporkan? ‘Nggak ada, Pak’ ‘Loh, kalau nggak ada, ya gimana penyidik?’ Kenapa nggak ada dokumen elektronik? Ini undang-undang informasi transaksi elektronik,” ujar Roy Suryo kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis 15 Mei 2025.”Pasal lima ayat satunya, harus ada dokumen elektronik. Jadi kalau dokumen elektroniknya enggak ada, sama saja dengan kita,” sambung dia.Roy menambahkan, pasal-pasal seperti Pasal 32 dan 35 UU ITE dirancang untuk menjerat tindak pidana pemalsuan data digital, bukan sekadar dugaan tanpa bukti yang jelas. Dia mengklaim turut terlibat dalam perumusan UU ITE dan memahami secara mendalam maksud dari setiap pasalnya.Selain itu, Roy Suryo mengaku menjawab sekitar 26 pertanyaan dalam proses klarifikasi.”Sekitar 26 pertanyaan dengan jumlah halaman sekitar 22 lebih, dan saya juga menyampaikan jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan pada laporan,” kata Roy.Berikut sederet pernyataan Pakar Telematika Roy Suryo saat memenuhi panggilan sebagai saksi terkait kasus tudingan ijazah palsu Jokowi di Polda Metro Jaya dihimpun Tim News : Pakar telematika Roy Suryo menghadiri pemeriksaan terkait kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Pemeriksaan dilakukan di Polda Metro Jaya pada Kamis 15 Mei 2025.Roy Suryo mempertanyakan dasar hukum yang digunakan dalam laporan dugaan ijazah palsu Jokowi, khususnya terkait penggunaan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Menurut Roy, tidak semestinya pasal-pasal dalam UU ITE digunakan tanpa adanya barang bukti berupa dokumen elektronik.”Dan yang penting, barang elektroniknya nggak ada. Jadi dokumennya saya tadi tanya, mana dokumen yang dilaporkan? ‘Nggak ada, Pak’ ‘Loh, kalau nggak ada, ya gimana penyidik?’ Kenapa nggak ada dokumen elektronik? Ini undang-undang informasi transaksi elektronik. Pasal lima ayat satunya, harus ada dokumen elektronik. Jadi kalau dokumen elektroniknya enggak ada, sama saja dengan kita,” ujar Roy Suryo kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis 15 Mei 2025.Roy menambahkan, pasal-pasal seperti Pasal 32 dan 35 UU ITE dirancang untuk menjerat tindak pidana pemalsuan data digital, bukan sekadar dugaan tanpa bukti yang jelas. Dia mengklaim turut terlibat dalam perumusan UU ITE dan memahami secara mendalam maksud dari setiap pasalnya.”Jangan sembarangan menggunakan pasal untuk mempidanakan orang, ya. Undang-undang informasi transaksi elektronik dibuat dengan niat baik, agar Indonesia itu terlepas dari, dikucilkan ke dunia internasional, karena kita tidak memiliki undang-undang dalam bidang e-commerce,” ucap Roy. Roy tiba di ruang pemeriksaan sekitar pukul 10.05. Dia menjelaskan telah menjawab 24 pertanyaan, mayoritas berkaitan dengan identitas diri dan peristiwa pada 26 Maret 2025, sebagaimana tertera dalam surat pemanggilan.Roy mengaku, pemeriksaan dirinya berjalan dengan lancar. Dia juga mengapresiasi Polda Metro Jaya.”Alhamdulillah berjalan cukup lancar, dari jam 10.00 sampai dengan ini di break jam 12.00, saya apresiasi kepada Polda Metro, ya, karena memberikan kita kesempatan yang sangat baik untuk melakukan salat Zuhur sama-sama, dan saya tadi bisa ikut di sini, dan juga nanti kita diberikan waktu untuk kemudian lunch, gitu,” ujar dia.”Nah, saya sendiri tadi, ya, sudah sampai pertanyaan ke-24, ya, gitu, dan sudah sampai ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak soal identitas tadi,” sambung Roy.Menanggapi pertanyaan terkait aktivitasnya pada 26 Maret 2025, Roy menyatakan ia saat itu mengikuti acara buka puasa bersama dengan komunitas otomotif di sebuah rumah makan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.Dia mengaku siap jika penyidik ingin memverifikasi keberadaannya melalui rekaman kamera pengawas.”Silahkan diperiksa di situ. Kalau ada CCTV, silahkan cek. Tapi perkara apa yang terjadi, silahkan ditanyakan ke yang lain. Saya keberatan untuk menjebak teman-teman yang lain. Nggak boleh juga kita,” terang Roy Suryo. Roy Suryo mengaku menjawab sekitar 26 pertanyaan dalam proses klarifikasi.”Sekitar 26 pertanyaan dengan jumlah halaman sekitar 22 lebih, dan saya juga menyampaikan jawaban saya atas pertanyaan-pertanyaan pada laporan,” kata Roy.Dalam pemeriksaan, Roy mengaku ditanya penyidik soal rekam jejak semasa hidup dirinya, termasuk latar belakang pendidikan.”Banyak soal bagaimana dulu hidup saya, kisah saya. Saya SD, SMP, SMA, ada ijazah sesaui ya. Kemudian S1 UGM asli, S2 UGM asli, S3 UNJ asli. Saya jelaskan semua,” ucap dia.”Kemudian, apa profesi saya sekarang. Saya profesi sekarang sebagai konsultan telematika dan multimedia. Bahkan saya juga menjelaskan perjalanan hidup saya,” sambung mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini.Dalam kesempatan itu, Roy Suryo menyinggung penggunaan Pasal 32 dan 35 UU ITE yang menurutnya tak relevan dengan konteks yang dilaporkan. Menurut dia, kedua pasal tersebut sejatinya dirancang untuk menjaga keamanan transaksi elektronik, bukan untuk mempidanakan individu.”Kebetulan dulu saya itu merancang Undang-Undang ITE bersama teman-teman. Pasal itu tujuannya untuk transaksi elektronik supaya Indonesia itu diselamatkan dari perdagangan internasional dan kita bisa ikut,” ujar dia.”Bukan pasal untuk mempidanakan orang. Jahat sekali kalau ada orang menggunakan pasal itu untuk mempidanakan seseorang,” sambung dia.Roy mengingatkan kembali kasus yang dialami oleh Prita Mulyasari. Roy bahkan menyamakan situasi ini dengan Prita Mulyasari yang pernah dijerat dengan UU ITE secara serampangan.”Kayak dulu kasus Mbak Prita Mulyansari, jahat sekali. Ya Omni waktu itu mempidanakan Mbak Prita sama dengan ini, karena pasal itu ancamanya sangat tinggi,” ujar dia.Dia menilai jika penerapan pasal itu dilakukan secara konsisten dan cerdas, seharusnya salah seorang kader partai politik yang sebelumnya mengunggah ijazah itu yang dapat dijerat lebih dahulu.”Ada orang memposting sebuah dokumen elektronik, namanya ijazah, dia katakan itu asli. Padahal ternyata orang yang punya ijazah mengatakan saya tidak pernah mengeluarkan ijazah itu. Lah berarti yang memposting ijazah itu salah seorang kader dari partai. Kena pasal, kena pasal itu harusnya. Justru itu ya kalau yang smart begitu,” jelas Roy Suryo.
3 Pernyataan Roy Suryo Usai Hadiri Pemeriksaan Tudingan Ijazah Palsu Jokowi di Polda Metro Jaya

Tag:Breaking News