Home / Liga Internasional / 3-0 Bukan Akhir: Kisah Comeback Ajaib Liverpool atas AC Milan di Final Liga Champions 2005

3-0 Bukan Akhir: Kisah Comeback Ajaib Liverpool atas AC Milan di Final Liga Champions 2005

Jakarta Final Liga Champions 2005 di Istanbul menyajikan salah satu kisah paling epik dalam sejarah sepak bola Eropa. Liverpool bangkit dari ketertinggalan tiga gol untuk akhirnya keluar sebagai juara lewat drama adu penalti.Laga ini mempertemukan dua tim dengan sejarah besar, namun di babak pertama, AC Milan seolah terlalu tangguh. Skuad penuh bintang seperti Kaka, Pirlo, hingga Maldini sukses membawa Milan unggul cepat.Namun mental juara Liverpool berbicara. Para pemain tetap percaya bahwa keajaiban bisa terjadi dalam satu pertandingan.John Arne Riise, salah satu pahlawan malam itu, membagikan kembali kisah di balik panggung yang tak diketahui banyak orang. Cerita lengkapnya membuka sisi lain dari comeback legendaris ini.John Arne Riise mengungkapkan bahwa para pemain Liverpool sudah yakin sejak awal bahwa mereka bisa menciptakan sesuatu yang istimewa. Rasa percaya diri itu datang dari keyakinan terhadap pelatih mereka, Rafael Benitez.Meskipun di atas kertas kalah kualitas individu dari Milan, skuat The Reds percaya kekompakan tim bisa menjadi kunci. Mereka siap berlari tanpa lelah dan saling menutupi satu sama lain.”Kami tahu bahwa bersama Benitez, kami bisa mengalahkan siapa pun dalam satu pertandingan,” ujar Riise kepada talkSPORT.”Kami bisa berlari sepanjang hari untuk satu sama lain. Kami memang tidak punya pemain terbaik dalam duel satu lawan satu, meski ada Stevie (Gerrard),” tambahnya.Babak pertama berjalan sangat berat bagi Liverpool. Gol cepat Paolo Maldini dan dua gol Hernan Crespo membuat situasi jadi semakin sulit.Kondisi diperparah dengan cederanya Harry Kewell dan masalah pada Steve Finnan saat jeda babak pertama. Bahkan Djimi Traore sempat disuruh mandi karena diperkirakan akan diganti.”Benitez bilang ke Djimi Traore untuk mandi, jadi dia masuk ke kamar mandi,” kata Riise.”Lalu Steve Finnan bilang dia merasa ada yang tidak beres, tapi masih bisa main. Kami tidak bisa ambil risiko dia cedera lagi, jadi Traore dipanggil kembali untuk pakai kostum dan bersiap main,” jelas Riise.Di sisi Milan, suasana berbeda terasa ketika para pemain masuk ke ruang ganti. Ada kepercayaan berlebih dari para pemain Rossoneri bahwa laga sudah aman di tangan.Riise menyebutkan bahwa Gennaro Gattuso menunjukkan sikap terlalu percaya diri. Hal itu terekam jelas di benaknya ketika turun minum.”Saat saya turun ke lorong di babak pertama, Gattuso jadi dirinya sendiri,” ucap Riise.”Entah dia sedang merayakan atau bagaimana, tapi rasanya dia sudah merasa menang,” lanjut Riise.Gol Steven Gerrard di menit ke-54 jadi titik balik kebangkitan Liverpool. Hanya dua menit kemudian, Vladimir Smicer mencetak gol kedua yang membuat Milan mulai panik.Dari sana, perubahan sikap terlihat jelas. Para pemain Milan mulai kehilangan fokus dan emosi mereka mulai tidak stabil.”Bagi saya pribadi, momen perubahan itu saat skor jadi 3-2,” ujar Riise.”Gattuso mulai berteriak-teriak. Saat kami menyamakan kedudukan 3-3, kami harus tenang karena kami tidak mau buru-buru menyerang dan malah kebobolan lagi jadi 4-3,” katanya.Pertandingan dilanjutkan ke adu penalti dan Milan langsung mengalami mimpi buruk. Tiga penendang mereka gagal, termasuk eksekusi terakhir dari Andriy Shevchenko.Sementara itu, Liverpool tampil lebih tenang meski John Arne Riise sempat gagal mengeksekusi tendangannya. Peran kiper Jerzy Dudek sangat krusial dalam momen ini.”Kaka dan Smicer mencetak gol, artinya Shevchenko harus mencetak gol agar Milan tetap hidup,” ujar Riise.”Tapi Dudek mengulurkan tangan kirinya dan menghentikan bola. Kami berhasil menjuarai Liga Champions yang kelima dan memberi malam yang tak terlupakan untuk fans Liverpool,” tutupnya.Sumber: taslkSPORT

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *